Dampak menjamurnya pasar modern ini membuat masyarakat cenderung meninggalkan pasar tradisional yang berdampak pengurangan pendapatan dan kerugian bagi pedagang disana. Dan memang sudah terjadi di beberapa pasar tradisional para pedagang tidak eksis lagi alias gulung tikar padahal mereka merupakan masyarakat ekonomi lemah juga. Seperti contoh di pasar ‘pajak horas’ di kota Siantar, Sumatera Utara dimana bangunannya sudah lama dan banyak rusak serta fasilitas juga sangat minim baik tempat berjualan,cahaya di pasar,saluran air yang terbuka yang membuat aroma yang kurang sedap. Pemerintah kota bisa merenovasinya tanpa merombak total.
Ya, rasanya sulit untuk mempertahankan pasar tradisional jika kondisinya masih sama dengan pasar tradisional sekarang, berbau dan berantakan, karena kita tentu tidak bisa memaksakan pembeli untuk tetap bertahan, sementara bisa saja pembeli berpindah ke pasar modern yang lebih bersih, nyaman, dan harga tidak jauh berbeda.
Menyikapi ini pemerintah harus segera bertindak, dan tindakan yang bisa dilakukan yaitu merelokasi pasar tradisional yaitu dengan memindahkan pedagang ke pasar yang baru tersebut ke pasar modern atau meremajakan pasar tradisional tersebut menjadi pasar modern dengan infrastruktur yang baru.
Relokasi ini juga harus disertai dengan kebijakan-kebijakan yang memberi kemudahan dan kenyamanan baik bagi pedagang juga masyarakat ramai. Sebenarnya pembangunan pasar modern yang ada di negara kita ini termasuk terlambat dengan negara-negara tetangga yang pendapatan masyarakatnya lebih kecil dimana dari dulu pasar tradisional mereka sama dengan pasar modern di Indonesia sekarang. Seperti di Thailand pasar tradisional mereka sejak awalnya tidak kalah saing dengan pasar-pasar modern seperti supermarket. Baik dalam hal struktur bangunan, kebersihan,keamanan dan juga service, pastinya tidak ditemukan pasar yang becek,berbau, pungutan liar,dan ketidakamanan. (mlc/beritadaerah.com)