Kontroversi Pemberlakuan PPKM di Indonesia
Marwan Cillung
2021-07-30 | Dikunjungi: 1370 Kali
MAMUJU (malaqbi.com) Pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Covid-19, yang berlangsung sejak 3 Sampai 20 Juli 2021, justru menimbulkan kegelisahan dan kepanikan sebagian besar masyarakat, khususnya rakyat kecil.
Suasana bangsa kita kali ini seperti mencekam, ruas jalan dibeberapa daerah banyak yang ditutup, penerangan jalan umum dimatikan, para pelaku Pedagang Kaki Lima (PKL) atau pedagang kecil kini sulit berjualan, harga sayur mayur meningkat, masyarakat yang sedang sakit justru makin panik karena sulitnya mendapatkan ambulance, rakyat kecil cari makan kesulitan, pemerintah harus segera mengevaluasi kebijakan ini.
Sejak di berlakukan nya PPKM banyak hal yang berubah dari simtem pemerintah sampai regulasi pemerintah, hingga berdampak kepada masyarakat kecil, pedagang kaki lima (PKL), pendidikan dan kesehatan.
Dalam situasi berjalan nya sistem PPKM yang di berlakukan oleh pemerintah Indonesia hari, Rakyat di dalam negeri dibatasi geraknya tetapi transportasi penumpang internasional darat, laut dan juga udara terus berlangsung sejak awal pandemi. Semua kita tahu virus ini bukan virus endemik Indonesia tapi virus dari luar negeri, tapi kebijakan pembatasan kedatangan internasionalnya sudah melempem sejak awal pandemi.
Jika ingin PPKM Darurat dalam negeri berhasil, rakyat harus dibuat percaya dan menuruti aturan pemerintah. tutup pintu masuk penumpang internasional kemudian pemerintah fokus laksanakan distribusi vaksin.
Sedangkan dampak PPKM terhadap sektor pedagang kaki lima (PKL) , banyak nya masyarakat yang mengelu dikarenakan pusat pecaharia untuk hidup sehari- hari kini kian menurun, dan adaput sampai menutup usaha mereka.Ini yang seharusnya pemerintah pikirkan karna jangan sampai penerapan sistem PPKM terus menerus berlangsung masyarakat bukan meninggal karna virus COVIT 19, melaingkan meninggal karna kelaparan.
Sedangkan dalam dunia pendidikanSiswa harus menjalani metode pembelajaran jarak jauh sejak 16 Maret 2020 akibat wabah. Banyak perubahaan sistem belajar terhadap siswa.Perubahan ini akan banyak mempengaruhi karakteristik setiap siswa dalam menuntut ilmu.Mereka berisiko putus sekolah lantaran terpaksa bekerja demi membantu perekonomian keluarga, adanya perbedaan akses dan kualitas selama Pembelajaran Jarak Jauh. Tidak hanya kualitas dan akses, jenjang pendidikan juga punya permasalahan-permasalahan yang spesifik.
Tanpa sekolah tatap muka, anak berpotensi menjadi korban kekerasan rumah tangga yang tidak terdeteksi guru. juga akan merembes kedapa perekonomian, karna Keterbatasan gawai dan kuota internet sebagai fasilitas penunjang belajar daring.
menurut saya kegiatan belajar tatap muka di kelas menghasilkan pencapaian akademik lebih baik ketimbang Pembelajaran Jarak Jauh.karna potensinya Anak akan kurang bersosialisasi dengan orang disekitar.
Hari ini banyak masyarakat bukan mengeluh hanya di karenakan perekonomian menurun, bukan hanya anak sekolah yang mengeluh karna tidak dapat bertatap muka dengan teman-temannya.
Banyak pun masyarakat yang mengelu dikarenakan beberapa rumah sakit tidak memberikan pelayanan yang baik, Di masa pandemi.
Karna pandemi covid-19 hari ini menjadi sumber bisnis baru bagi Rumah Sakit. Salah satu modus yang dilakukan yakni dengan meng-Covid-kan orang sakit yang sesungguhnya tidak terkena Covid-19.Atau dengan lain, mengubah data pasien dari negative covid-19 menjadi positif covid-19.
Modus ini dilakukan beberapa rumah sakit demi meraup keuntungan dari dana pertanggungjawaban BPJS Kesehatan. Padahal alokasi anggaran untuk mengatasi covid-19 ini sangat cukup.
Namun sayangnya, dalam prakteknya masih ada rumah sakit yang memanipulasi data pasien covid ini. Sejak kuartal 3 tahun anggaran 2020 sampai sekarang masih banyak rumah sakit yang main-main dalam menginput data pasien. Pasien negative dimasukkan positive agar rumah sakit bisa langsung melakukan tagihan ke BPJS.
Maka dari itu banyak masyarakat yang takut untuk berobat ke rumah sakit karna mendengar isu yang beredar bahwa beberapa rumah sakit melakukan indikasi manipulasi data COVID- 19.
(Oleh Marwan Cillung)